Seseorang dengan Agenda di Tubuhnya
[1]
Biasanya, setiap cerita pembunuhan akan dimulai dengan ditemukannya mayat korban. Lalu dimulailah penyelidikan oleh seorang inspektur polisi, meneliti satu per satu misteri sampai ditemukan motif dan bukti-bukti yang mengarahkan kebenaran siapa pelaku pembunuhan. Tetapi, saya tidak akan bercerita dengan metode kuno seperti itu. Saya akan mulai dengan sebuah pengakuan, sayalah yang telah melakukan pembunuhan dengan memukulkan benda keras ke kepala, berkali-kali (saya akan berhenti kalau sudah merasa puas), sampai berdarah-darah dan sang korban sudah tak lagi menghembuskan napas. Kemudian, akan saya tinggalkan sebuah jam dinding di samping mayat korban. Jam dinding yang jarum-jarumnya sudah saya atur sesuai urutan dan waktu pembunuhan.
Ini sudah korban yang kesebelas. Tidak seperti cerita-cerita yang umum terjadi, saya tidak butuh topeng darah yang misteri yang bikin saya jadi gila. Saya juga tidak memiliki kepribadian ganda atau motif biasa seperti untuk melindungi diri, kepentingan bisnis, atau cinta. Tiba-tiba saya jadi ingin membunuh kalau ada orang yang rasanya sedang berbohong pada saya. Saya tahu itu dari matanya. Saya tahu dari bahasa tubuhnya. Mudah sekali mengenali orang-orang yang bisa berbohong. Terlebih saya adalah seorang psikolog. Bertahun-tahun bergelut dengan pribadi dan bahasa tubuh.
bersambung
Biasanya, setiap cerita pembunuhan akan dimulai dengan ditemukannya mayat korban. Lalu dimulailah penyelidikan oleh seorang inspektur polisi, meneliti satu per satu misteri sampai ditemukan motif dan bukti-bukti yang mengarahkan kebenaran siapa pelaku pembunuhan. Tetapi, saya tidak akan bercerita dengan metode kuno seperti itu. Saya akan mulai dengan sebuah pengakuan, sayalah yang telah melakukan pembunuhan dengan memukulkan benda keras ke kepala, berkali-kali (saya akan berhenti kalau sudah merasa puas), sampai berdarah-darah dan sang korban sudah tak lagi menghembuskan napas. Kemudian, akan saya tinggalkan sebuah jam dinding di samping mayat korban. Jam dinding yang jarum-jarumnya sudah saya atur sesuai urutan dan waktu pembunuhan.
Ini sudah korban yang kesebelas. Tidak seperti cerita-cerita yang umum terjadi, saya tidak butuh topeng darah yang misteri yang bikin saya jadi gila. Saya juga tidak memiliki kepribadian ganda atau motif biasa seperti untuk melindungi diri, kepentingan bisnis, atau cinta. Tiba-tiba saya jadi ingin membunuh kalau ada orang yang rasanya sedang berbohong pada saya. Saya tahu itu dari matanya. Saya tahu dari bahasa tubuhnya. Mudah sekali mengenali orang-orang yang bisa berbohong. Terlebih saya adalah seorang psikolog. Bertahun-tahun bergelut dengan pribadi dan bahasa tubuh.
bersambung
Comments