Penyair Sekali Lagi
Anggaplah aku penyair, penyair sekali lagi. Kamu minta
Puisi dari aku. Puisi dari daun gugur. Puisi dari cawan anggur. Puisi
bikin mabuk. Puisi arak, bir, chocktail di bar-bar yang sibuk
sebelum tutup jam dua pagi. Kamu bilang bartender itu ganteng sekali.
Kamu bilang aku kalah seksi, kecuali puisi. Baru kamu minta aku
bawa ke kamar hotel paling samar sesamar jejak bulan
di atas atap malam itu, sebelum bayang-bayangnya
mengetuk-ngetuk jendela yang terantuk.
Kamu telanjang memamerkan dadamu yang bidang. Kelaminmu
menegang. Kamu penipu yang curang. Aku pikir kamu wanita jalang
tahu-tahunya kamu bissu, calabai, lelaki setengah arang. Kamu
sudah mengunci pintu. Aku sudah mengunci kelaminku.
Kamu membuka tirai jendela, menyaksikan lampu-lampu kota. Aku
berharap bulan sudah saja pura-pura kelinci. Lalu masuk kemari.
Tetapi, aku takut setengah mati. Tiba-tiba wajahmu jadi aku.
Kelaminmupun jadi kelaminku!
Puisi dari aku. Puisi dari daun gugur. Puisi dari cawan anggur. Puisi
bikin mabuk. Puisi arak, bir, chocktail di bar-bar yang sibuk
sebelum tutup jam dua pagi. Kamu bilang bartender itu ganteng sekali.
Kamu bilang aku kalah seksi, kecuali puisi. Baru kamu minta aku
bawa ke kamar hotel paling samar sesamar jejak bulan
di atas atap malam itu, sebelum bayang-bayangnya
mengetuk-ngetuk jendela yang terantuk.
Kamu telanjang memamerkan dadamu yang bidang. Kelaminmu
menegang. Kamu penipu yang curang. Aku pikir kamu wanita jalang
tahu-tahunya kamu bissu, calabai, lelaki setengah arang. Kamu
sudah mengunci pintu. Aku sudah mengunci kelaminku.
Kamu membuka tirai jendela, menyaksikan lampu-lampu kota. Aku
berharap bulan sudah saja pura-pura kelinci. Lalu masuk kemari.
Tetapi, aku takut setengah mati. Tiba-tiba wajahmu jadi aku.
Kelaminmupun jadi kelaminku!
Comments