Lelaki Kipas Angin dalam Playlistmu

: geisha dan wanita kecebong

Aku lelaki kipas angin, tak pernah ada dalam playlistmu kah?
Benar. Benar hanya dia yang tiba-tiba puisi, hadir di isi hati.

Satu SMS berisi rayuan:

O, wanita kecebong, aku adalah tak gendong kemana-mana
ke malam ke relung terdalam, boleh aku menyelam ke dasar?

tapi kamu jadi lilin, jadi api ulangtahun, jadi unggun malam
minggu dering rindu telepon genggamku, kamu setuju?


Kamu minta aku menyanyi. Lelaki kipas angin tidak bisa menyanyi
Kalaulah berfatwa, aku bisa. Fatwa Pujangga, tak pantas putus
asa. Fatwa penyair, tak boleh menahan desir. Aku pujangga,
kipas angin adalah kata-kata yang membawa rahasia dari
balik mata. Aku penyair, membaca sajak di punggung ibukota
mencari ayah yang pergi entah ke mana. Hei, wanita kecebong
berudu di kamus-kamus, sup asparagus, ramalan nostradamus

aku tak bisa bikin kuatrin, sajak romantis malam cahaya lampu:

di kereta, kau duduk sendiri, memeluk selimutmu yang hangat
aku tubuh, biar ngengat, adalah sama keringat laki-laki
apakah sepi mulai merayap ke matamu, o, kekasih suatu saat?
biarlah, biarlah. bayanganku mulai mencari lalu hadir menjadi


Di I-Pod itulah aku adalah lelaki knalpot. Bagaimana bisa aku
tetap kipas angin jika harus jadi lagu dalam playlistmu? aku sungguh
tak bisa menyanyi, tak bisa bikin puisi. Aku cuma bisa memanggil
angin dari handphoneku yang sekarat, emas, rantauku di pulau.

Hei, wanita kecebong, bagaimana kalau aku jadi tempurung
sampai nanti, menanti kaki-kakimu tumbuh jadi tubuhku?

(2010)

Comments