Sembilan Saran Sapardi: Sajak Liris
BUTIR-BUTIR berikut ini disarikan dari tulisan berjudul "Keremang-remangan Suatu Gaya", yaitu sebuah ulasan Sapardi Djoko Damono atas sajak Abdul Hadi WM. Saya kira tulisan itu adalah sebuah petunjuk yang sangat jelas dan bagus bagi penyair yang hendak menulis sajak-sajak lirik yang baik. Saya tak menambahkan penjelasan, karena menurut saya apa yang dipaparkan beliau sudah amat jelasnya.
1. Sebuah sajak yang buruk biasanya berusaha "meyakinkan" pembacanya dan dengan demikian memaksanya saja untuk mendengar dengan pasif.
2. Perasaan yang paling khas dalam arti: yang paling banyak melibatkan manusia dari zaman ke zaman, adalah bahan terbaik untuk sajak lirik.
3. Penyair harus menjelmakan perasaan yang klise itu sebagai bahan sajaknya --- misalnya cinta --- dengan segar, menjadi sajak yang segar dengan ungkapan yang tidak klise, tetapi harus unik dan personal.
4. Untuk menuliskan sajak lirik yang baik, penyair harus cermat mengamati dan mencatat perasaan-perasaan sendiri dan peristiwa-peristiwa di alam sekitarnya.
5. Dua elemen penting dalam sajak lirik adalah menyatakan perasaan yang samar-samar dan dengan cara yang sederhana menyatukannya dengan alam sekitar.
6. Kesamar-samaran itu unik, dan dia akan menjadi tidak unik lagi, dan berhenti sebagai puisi - kalau ia digamblangkan.
7. Penyair harus sadar bahwa sebenarnya perasaan yang samar-samar itu tidak komunikatif, dan penyair harus mengkomunikasikannya, dengan bahasa, alat komunikasi.
8. Ujian bagi penyair lirik: ia mungkin tergelincir ke dalam sajak-sajak gelap, sajak-sajak yang sama sekali kehilangan kontak dengan pembaca atau ia menghasilkan sajak yang habis sekali baca bahkan tidak jarang sudah habis sebelum dibaca sampai terakhir.
9. Penyair harus meletakkan sajak liriknya tepat pada garis yang memisahkan kedua kemungkinan tersebut di atas. Itulah garis yang harus dicari, ditemukan dan dicapai oleh penyair lirik yang baik.
* Disarikan dari buku "Sihir Rendra: Permainan Makna", terbitan Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999. (Dari Note Hasan Aspahani)
1. Sebuah sajak yang buruk biasanya berusaha "meyakinkan" pembacanya dan dengan demikian memaksanya saja untuk mendengar dengan pasif.
2. Perasaan yang paling khas dalam arti: yang paling banyak melibatkan manusia dari zaman ke zaman, adalah bahan terbaik untuk sajak lirik.
3. Penyair harus menjelmakan perasaan yang klise itu sebagai bahan sajaknya --- misalnya cinta --- dengan segar, menjadi sajak yang segar dengan ungkapan yang tidak klise, tetapi harus unik dan personal.
4. Untuk menuliskan sajak lirik yang baik, penyair harus cermat mengamati dan mencatat perasaan-perasaan sendiri dan peristiwa-peristiwa di alam sekitarnya.
5. Dua elemen penting dalam sajak lirik adalah menyatakan perasaan yang samar-samar dan dengan cara yang sederhana menyatukannya dengan alam sekitar.
6. Kesamar-samaran itu unik, dan dia akan menjadi tidak unik lagi, dan berhenti sebagai puisi - kalau ia digamblangkan.
7. Penyair harus sadar bahwa sebenarnya perasaan yang samar-samar itu tidak komunikatif, dan penyair harus mengkomunikasikannya, dengan bahasa, alat komunikasi.
8. Ujian bagi penyair lirik: ia mungkin tergelincir ke dalam sajak-sajak gelap, sajak-sajak yang sama sekali kehilangan kontak dengan pembaca atau ia menghasilkan sajak yang habis sekali baca bahkan tidak jarang sudah habis sebelum dibaca sampai terakhir.
9. Penyair harus meletakkan sajak liriknya tepat pada garis yang memisahkan kedua kemungkinan tersebut di atas. Itulah garis yang harus dicari, ditemukan dan dicapai oleh penyair lirik yang baik.
* Disarikan dari buku "Sihir Rendra: Permainan Makna", terbitan Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999. (Dari Note Hasan Aspahani)
Comments