Catatan-Catatan Kecil di Dengkulku

()Dimuat di Civitas Akademika STAN

#1

“Jadi kapan kamu kawin?”

“Secepatnya lah, pastinya sebelum 2012!”

“Kenapa? Takut kiamat ya?”

“Ya seenggaknya kalau kiamat beneran aku sudah tahu rasanya kawin.”

Celetukan-celetukan macam ini semakin sering kita dengar. Mungkin hanya sebuah candaan. Tetapi, secara psikologis, candaan juga bisa berarti keseriusan yang tidak bisa diungkapkan dengan kekakuan. Ia adalah upaya pencairan diri dari hal-hal yang membuat kita tertekan, ketakutan, atau terngiang-ngiang dalam setiap detik kehidupan.

Tebak, berapa jumlah anak STAN yang kemarin nonton 2012?

Aku tidak menonton. Sama sekali tidak tertarik. Aku memilih EINH (Emak Ingin Naik Haji), yang kutonton langsung bersama Asma Nadia, sang penulis ceritanya. Film ini justru memiliki arti yang lebih, memuat paradoks dan ironi yang kerap luput dari berita-berita televisi. Dibandingkan 2012, yang lebih menonjolkan sisi kontroversinya dibandingkan kualitas cerita film itu sendiri.

Apa arti 2012 itu sendiri? Benarkah kiamat akan terjadi saat itu?

Bisa saja lebih cepat. Mungkin besok, saat kau bangun dari tidurmu, saat kau sedang mandi, saat kau sedang bercumbu dengan pacarmu, saat kau sedang mengerjakan soal-soal akuntansi? Tidak ada yang tahu.

Dahulu, kita mengenal Bastian Tito dengan Wiro Sableng-nya yang fenomenal itu. Tanda 212 di dadanya, adalah mengenai pilihan, dan kita akan memilih salah satu, kemudian tiap pilihan itu akan menciptakan pilihan lain sesuai jalannya waktu. Mengadaptasi konsep meditasi J. Khrisnamurti, setelah dualitas (2), kita akan melebur dalam keheningan (0), kemudian menyatu dengan THE ULTIMATE REALITY (1), sebelum termanifestasi kembali menjadi dualitas yang baru (2). Dan saat itulah, tuntas perjalanan mencari kesejatian diri kita sebagai manusia. Apakah ini adalah akhir kehidupan? Tanyakanlah pada rumput yang bergoyang.


#2

“Kapan kawin?”

“Kawin mah bisa kapan aja, kalo nikah nanti lah kalau sudah siap.”

Geli rasanya ketika ada membedakan kata kawin dan nikah. Sampai kadang muncul perdebatan sampai ngotot-ngototan. Adakah ini sebuah karakter untuk mempermasalahkan hal-hal yang bukan masalah, membesar-besarkan hal yang kecil?

Berbicara tentang yang besar-besar, aku jadi ingat pertemuan Winston Churchill dan oposisinya di sebuah toilet. Mereka sedang buang air kecil. Winston yang merasa risih dengan keberadaan oposisinya itu lantas berkata, “Hei, kamu jangan intip-intip ya, kamu kan sukanya menasionalisasi yang besar-besar?!”

Kembali ke kata ‘kawin’ dan ‘nikah’, sebenarnya tidak ada bedanya. Ini hanyalah masalah ruang, ketika kata ‘kawin’ dijadikan bahasa Biologi. Sehingga, konotasi yang terjadi, kawin adalah pertemuan antara si A dan Si B yang sebaiknya tidak usah aku sebutkan di sini (takut dituduh pengikutnya Djennar Mahesa Ayu). Sama halnya dengan kata ‘data’ dan ‘datum’, logika jika/maka dengan tidakbolehnya dua kata penghubung dalam satu kalimat.


#3

STATUS UPDATE:

Pringadi Abdi tidak bergabung dengan 1.000.000 Facebookers mendukung Bibit- Chandra.


Sebagai seseorang yang 96% addicted to FB, aku hanya merasa tidak mau ikut-ikutan pada sesuatu yang kejelasannya masih samar. Apalagi sekarang menjadi latah, ada banyak gerakan satu juta yang lain yang nantinya bakal jadi tunggangan politik kelompok-kelompok tertentu. Aku jelas tidak suka ditunggangi. Kalau yang menunggangi itu Aura Kasih, barulah aku pikir-pikir.

Setelah kasus cicak lawan buaya, kini popular cicak lawan Godzilla Biru. Kalau di film, pada akhirnya Godzillanya akan mati setelah diserbu kiri dan kanan. Kini, aku nantikan apakah Godzilla Biru itu pun akan terkalahkan, oleh sang cicak yang juga sempat dijiplak Malaysia lewat film Cicak Man.

Tapi tidak apa-apa, seenggaknya sekarang malam-malam kita punya tontonan rutin seperti opera sabun, yang kita tonton kalau opera van java sedang break iklan.


#4

Kontroversi dan konspirasi, sepertinya jadi incaran pemburu berita negeri ini.

Tahukah Anda, bahwa langit Mars berwarna biru? Bahwa seorang hacker berhasil membobol data CRU (Climate Research Unit) di Inggris yang menyatakan ada manipulasi data pemanasan global? Salah satu percakapan yang dibobol itu berbunyi, "Saya baru saja menyelesaikan trik untuk menambahkan data baru di data yang sebenarnya dari setiap seri dalam 20 tahun terakhir dan dari tahun 1961 untuk menyembunyikan penurunan (temperatur)."

Penjajahan model baru ini aku katakan sebagai penjajahan informasi, dimana Negara-negara maju tampak membodohi Negara-negara lain yang memiliki keterbatasan informasi. Kita hanya percaya dan menerima data mentah-mentah dari dunia Barat, tanpa memiliki kemampuan untuk memverifikasinya.

Knowledge is power, right?


#4

Aku sedang menghitung koin. Ada beberapa yang tercecer di lantai, tak sampai sepuluh ribu. Hal ini membuatku terkenang dengan celengan ayam jago yang ada di kamar rumahku di Palembang.

Aku ingin menyumbangkan koin-koin untuk Prita, korban ketidakadilan praktik hukum di negeri ini. Setelah mendapatkan 21 hari kurungan, ternyata bukan kebebasan yang ia dapatkan, tapi malah tuntunan sebasar 204 juta.

Aku ingin turun ke jalan, membawa koin-koin. Menebarkan koin-koin. Atau bila perlu aku naik helikopter dan kemudian menjadi hujan koin-koin. Tetapi aku kemudian sadar, koin-koinku itu tak cukup untuk menyea helikopter.

Bagaimana denganmu, adakah koin-koin yang ingin kau sumbangkan?

Aku pun ingin melemparkan koin-koin ke pemerintah, yang tidak tergugah melihat dukungan mengalir ke Prita. O, pemerintah, apakah engkau punya telinga yang mendengar betapa kebenaran sudah kami rindukan?


#5

Anak STAN itu kabarnya apatis?

Aku tidak setuju. Kata yang tepat untuk anak STAN adalah pragmatis. Kalau tidak percaya, datangkanlah anak-anak STAN ke acara TV yang menampilkan debat ekonomi-hukum-politik negeri ini. Aku yakin, kita akan bermain dengan cantik, dibandingkan mereka-mereka yang sering datang dan berteriak dengan lantang, tetapi o, sungguh tak enak dipandang.

Perhatikan pula ke kos-kosan yang punya televisi. Pasti, hanya ada dua jenis acara yang ditonton: bola dan berita. Tetapi kalau aku, sering pula menonton gosip sambil menanti Alyssa Subandono pulang ke Indonesia.

Lalu apa yang salah?

Cara. Aku lebih suka menyebutnya ‘cara’ di dalam acara-acara yang ada di kampus ini. Secara usia, mahasiswa STAN masih dikatakan belum matang, di bawah 20 tahun. Mentang-mentang kampus kedinasan, maka acara-acara di kampus ini mayoritas kaku. Lihatlah manakala kekakuan itu tidak ada, di mana kebersamaan lebih ditonjolkan seperti acara plasma in acoustic, organda expo, dan sejenisnya, partisipasi mahasiswanya akan sangat ramai. Telingaku yang sering iseng mencuri dengar, menangkap frase baru, musuh besar mahasiswa yang seakan menjadi penguasa dalam cara acara-acara yang ada di kampus ini. Apakah mayoritas mahasiswa suka dengan cara itu? Aku rasa tidak.

Jadi, siapa yang apatis?

Siapa yang autis?

#6

Maraknya pornografi menyebabkan gempa sering terjadi. (Tifatul Sembiring)

Ayo, bagi mahasiswa (mahasiswi nggak kan?) yang merasa menyimpan koleksi Miyabi, Sora Aoi, Asuka Kirara, dan teman-temannya, bertobatlah. Tidak lucu kan kalau sedang khusuk di depan layar (menonton mereka) gempa datang tiba-tiba?

Ngomong-ngomong peringkat 1 AV Idol sekarang siapa ya?




PS: Tidakkah kau merasakan ada sesuatu yang salah dengan tulisan ini?

Comments