Catatan Hati: Syukur, Sebagai Kunci Kebahagiaan Hidup
Janganlah tertawa melihat orang jatuh, sebab tidak ada suatu yang jatuh disengaja, tetapi bersyukurlah kepada Tuhan karena kita sendiri tidak jatuh. Di dalam hal jatuh janganlah percaya kepada diri sendiri dan kepada datarnya jalan karena menurut laporan dinas lalu lintas lebih banyak mobil jatuh di tempat datar. Jika dibandingkan dengan yang jatuh di tempat pendakian atau penurunan yang berbelok – belok. (Buya Hamka)
Ketika saya mengantarkan Zane ke dokter, sekitar satu tahun lalu, dan ia dinyatakan positif hamil, seseorang di sana mengatakan, berhati-hatilah bila membawa istrimu naik motor, teruama pada lubang-lubang dan kerikil-kerikil yang kecil. Kita seringkali meremehkan hal yang kecil itu, tapi tak jarang orang terpeleset karena mengabaikan mereka.
Alhamdulillah, masa kehamilan dapat dilalui. Fariishta Hanna Diza nama anak kami yang lahir 25 Maret 2012 lalu itu. Artinya, peri (fairy) yang dirahmati atau merahmati kebahagiaan bagi orang tuanya. Meski dalam prosesnya, itu tidak selancar yang dibayangkan. Bulan ke-7, Zane saya antar pulang ke Palembang menimbang fasilitas kesehatan di Sumbawa Besar yang belum layak. Perdebatan kepulangan ini juga cukup panjang. Zane ingin pulang ke Alahan Panjang. Tapi menimbang jarak yang jauh dan tak bisa mendamaikan kekhawatiran saya mengenai berbagai kemungkinan buruk, akhirnya Zane pulang ke Palembang.
Tak lama di Palembang, tensi Zane meninggi. Kakinya sendiri sudah mulai bengkak-bengkak sejak sebelum berangkat. Tapi dokter kandungan di Sumbawa mengatakan itu biasa, tidak apa-apa. Analisis yang berbeda dikatakan Dokter Yuri di YK Madira, dia bilang Zane terkena preeklampsia, yang kurang lebih berarti keracunan kandungan. Dia disarankan untuk dirawat, tapi kami sepakat untuk mencoba resep-resep tradisional terlebih dahulu. Maka dibuatlah jus apel-seledri, dan semua menu makanan untuk Zane dibuat sedikit garam. Hanya saja, tensi itu masih ogah-ogahan untuk turun.
Singkat cerita, tiba-tiba saya mendapat tugas diklat di Bali pada tanggal 26-31 Maret 2012. Mengingat tanggal 23 adalah hari libur nasional, saya memutuskan untuk pulang dulu ke Palembang menemui Zane. Kepulangan ini bukan tanpa rintangan. Saya terkena demam pada hari Senin. Berobat ke dokter, diurut--semua sudah saya lakukan. Tapi yang terjadi radang tenggorokan saya makin parah meski demamnya sudah turun. Satu hari menjelang kepulangan, badan saya dipenuhi bentol-betol merah melepuh. Isu Tomcat sedang merebak saat itu dan saya baru saja menemukan seekor Tomcat di kamar. Jadi, saya berasumsi saya kena Tomcat. Anehnya, pelepuhan itu makin menjadi-jadi di telapak tangan dan kaki. Radang saya pun makin perih.
Begitu mendarat di Sultan Mahmud Badaruddin II, saya langsung diantar ke UGD RS Siti Khadijah karena hari itu hari libur, tak ada dokter praktik. Sang dokter jaga mengatakan saya kena alergi antibiotik. Amoxilin Grade C yang diberikan dokter di Sumbawa terlalu kuat untuk tubuh saya. Itulah saya tidak percaya dokter-dokter di Sumbawa Besar. Tapi untuk memastikannya saya harus tes darah. Maka pada hari Sabtu saya cek darah ke YK Madira, sekalian cek kandungan Zane. Sudah lama saya tak melihat hasil USG-nya.
Kejutan pertama terjadi karena dokter praktik adalah Kemas Luthfi, teman les di NF dulu. Awalnya kami ragu-ragu untuk saling menyapa. Tapi akhirnya saya tak usah bayar katanya. Hari Sabtu antrian Dokter Yuri ramai sekali. Zane dapat nomor 32. Dari pagi kami datang, bakda Zuhur baru Zane mendapatkan panggilan. Kejutan kedua datang, Zane tak boleh pulang. Bobot bayi perkiraan 2,1kg. Tensinya 160/110. Tinggi sekali. Dan dokter bilang, telah terjadi pengapuran di plasenta. Bayinya sudah kurang mendapatkan makanan. Bila ingin selamat, harus segera dikeluarkan.
Hari itu juga Zane harus dirawat. Saya panik. Beberapa menit kemudian baru pikiran saya jernih dan rencana jalan-jalan hari itu batal. Kami mendapat kamar tunggu sampai Bapak dan Ibu datang dan menyuruh kami pindah ke kamar yang lebih besar. Hari itu Zane diberi suntikan penurun tensi juga berbagai macam obat. Dokter menawarkan operasi pada pukul 06.00 atau pukul 10.00. Saya pilih yang kedua dengan pertimbangan menunggu keluarga datang dulu. Dan saya ingin memeluk Zane dan menguatkan dia dulu.
Pukul 10.25 kira-kira bayi kami lahir. Tangisnya terdengar memecah suasana. Saya tak boleh masuk. Kami yang menunggu di luar akhirnya lega. Hanna dan ibunya selamat. Namun, Hanna harus dimasukkan dalam ruangan khusus dulu. Bobotnya hanya 1,6 kg. Dia diberi lampu penghangat di kotak khusus itu. Melihatnya, saya ingin menangis. Tapi sekaligus bersyukur karena Hanna lahir dengan selamat.
Kami harus pulang lebih dulu ketimbang Hanna. Saya tak tahu kepedihan yang ditanggung Zane. Saya hanya tahu saya harus jadi lebih kuat dari Zane demi menguatkan dia. 2x sehari kami mengantarkan ASI dalam botol ke YK Madira. Jarak dari rumah ke tempat tidak dekat. Bahkan pada suatu malam, hujan deras, penuh perjuangan kami mengantarkannya. Melewati kemacetan yang sedemikian parah itu.
“Kami akan menguji kalian dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah, kalian
dikembalikan” (QS. Al-Anbiya ayat 35).
Tapi saya tidak menganggap segala ini sebagai keburukan. Ini adalah kebaikan. Tuhan tahu yang terbaik buat kami. Banyak hikmah yang terselubung diberikanNya. Saya memang urung pergi diklat, tapi bagaimana jika tidak ada agenda diklat itu, yang juga bertepatan dengan setelah hari libur nasional yang memungkinkan saya untuk pulang? Bagaimana jika saya akan pulang menunggu HPL tanggal belasan April itu? Ini sebuah skenario yang terbaik buat kami. Saya yakin itu.
Kini, Hanna sudah berumur nyaris 6 bulan. Bobotnya memang belum mencapai 6kg. Dan kini kami sudah berkumpul kembali di Sumbawa Besar.
Comments