Daftar Isi dari Buku Puisi Penyair Muda yang sedang Naik Daun

Hal. 1

Pikirnya buntu, seperti habis kena flu---mungkin hujan, mungkin
tarian, dan sepasang sayap patah mengingatkannya pada alergi
yang dulu lupa dicek ke dokter yang hobinya pake baju abu-abu
itu.

Hal. 2

Padahal hari ini dia sudah ada janji, buat naik daun bersama
teman-temannya yang lucu---mengenakan sepasang sepatu
dengan motif peluru atau bom yang bentuknya dibikin imut
mirip boneka barby yang cenderung laku di pasaran.

Hal. 3

Mengecek kopernya: baju, celana, kutang atau beha,
lengkap sudah (parfumnya pun tak ketinggalan), tapi sepertinya
ada yang kurang di benaknya, sebuah remote televisi yang kerap
ia tonton di setiap minggu: seperti gereja-gereja yang rutin
ia tunggu.

Hal. 4

Ah, minggu yang lalu ia ke pasar saham, mengecek indeks harga
sebuah nyawa.

Hal. 5

Sebelum pergi, ia menonton tivi dan menyaksikan Noordin M Top
tertembak mati.

Hal. 6

Ia jadi geli sendiri, menyaksikan namanya diakui.

Hal. 7

Akhirnya ia memutuskan untuk menyamar menjadi penyair
dengan mengirimkan kesepuluh sajaknya ke koran ibukota
disisipi ancaman ke redakturnya,

“Wahai redaktur yang terhormat, ini sajak dari akhirat. Kalau
tak kau muat kusumpah kau mendapat laknat!”

Hal. 8

Ia pun terkenal dalam beberapa hari dan sudah diundang
untuk membacakan puisi di bienalle sebuah komunitas
anak negeri sambil malu-malu ia datang, berteriak lantang:
“Aku sungguh penyair, tak rela jika sajakku dianulir!”

Hal. 9

“Berapa usiamu?” Tanya si kakek yang janggutnya sudah
serba putih dan konon pencinta hujan di bulan Juni itu. “Aih,
aku masih 21, Kek, persis merk bioskop.”

Hal. 10

Terakhir kali ia ke bioskop, ada dua film yang ditontonnya
di satu ruangan itu: film yang asli dan film buatan anak negeri
yang isinya bibir semua.

Hal. 11

Sudah beberapa bulan ia mulai bertanya pada dirinya sendiri:
Aku ini penyair atau tukang bunuh diri?

Hal 12

Ia masih saja suka main ledak-ledakkan dan meledakkan
bukunya di pasaran dengan judul Kisah Seorang Penyair
dan Sajak-Sajak yang sedang Naik Daun

Hal. 13

Tapi cuma tiga belas sajak di dalam buku puisinya seperti
tiga belas barang di dalam kopernya yang berbau mesiu itu,
bekal buat akhirat, dalihnya sambil memamerkan giginya
yang sudah kekuning-kuningan.

Comments

Unknown said…
wah, penyairnya tuh berani amat sama redaktur. pake nyumpahin segala. hehehe
kampung-puisi said…
asik nih, kayak keadaanku mungkin
ruang kata said…
hehehe penyair yang sedang naek daun... ehm banyak yang belum aku kena di..