Tentang Setangkai Mawar Yang Tersisa di Vas Ruang Tamu Kau Itu
Aku benci pelajaran bahasa Indonesia, terutama mengarang
dan menulis puisi. Seperti ketika aku disuruh menganalogikan
kesepian yang akut, tentang bagaimana rasanya kehilangan,
patah hati, dan dikhianati orang yang kita cintai
Aku duduk di ruang tamu, memikirkan kata yang purba untuk
mewakilkan semuanya. Bulan dan kulit jeruk mungkin serasi,
kecut dan sunyi, bulat tetapi tak rapi. Tapi kopi pahit malah
membuat dahiku berkernyit, memikirkan kenapa setiap cinta
yang kujalani dengan kesungguhan selalu berujung penolakan?
Dan kulempar gumpalan kertas keseribu kalinya, mencoba
mengingat setangkai mawar hitam yang pernah aku simpan
diam-diam dari sebuah vas di ruang tamu kau itu
ruang tamu yang membuat aku heran, sebab ada foto lelaki yang mirip
guru bahasa Indonesia aku yang menyuruh aku membuat puisi ini.
dan menulis puisi. Seperti ketika aku disuruh menganalogikan
kesepian yang akut, tentang bagaimana rasanya kehilangan,
patah hati, dan dikhianati orang yang kita cintai
Aku duduk di ruang tamu, memikirkan kata yang purba untuk
mewakilkan semuanya. Bulan dan kulit jeruk mungkin serasi,
kecut dan sunyi, bulat tetapi tak rapi. Tapi kopi pahit malah
membuat dahiku berkernyit, memikirkan kenapa setiap cinta
yang kujalani dengan kesungguhan selalu berujung penolakan?
Dan kulempar gumpalan kertas keseribu kalinya, mencoba
mengingat setangkai mawar hitam yang pernah aku simpan
diam-diam dari sebuah vas di ruang tamu kau itu
ruang tamu yang membuat aku heran, sebab ada foto lelaki yang mirip
guru bahasa Indonesia aku yang menyuruh aku membuat puisi ini.
Comments