Puisi-Puisi Pringadi Abdi Surya
tidak
semua air dapat membasuh tubuhmu
karena
aku keruh, dilimuti sekian polutan
yang
sengaja ditumpahkan ke lautan
padahal
tidak melulu rasa asin menawarkan
berbagai
perasaan yang terlalu lama sendiri
sebuah
bagian tubuh yang terluka, terbuka
akan
amat sakit dan aku merintih, pedih
tidak
semua hujan menemani suci perjalanan
melewati
padang pasir yang tandus, sebutir
keringat
hangus, terbakar penderitaan
padahal
segala yang baru dilahirkan tidak
memiliki
dosa, tidak menahu karma
(2013)
Kepada Pukul 3 Dini
Hari
aku mengingatmu, tetapi kau tidak mengingatku. jutaan malam
kehilangan pukul tiga dini hari, aku menyimpannya satu. puisi-puisi yang
diucapkan pria-pria yang berkumpul di tengah api unggun menyatu dengan asap.
aku berharap kau terkesiap, saat kubukakan pukul tiga dini hari milikku yang
memuat tebing-tebing di malimbu dan suara ombak yang menghajar bebatuan itu.
hanya aku mengingatmu, tetapi kau tidak mengingatku. bahkan suaraku yang serak,
karena lelah berteriak demi menyebut masa lalu saat aku dan kau masih sepasang
waktu.
(2013)
Kepada
Yang Pulang Lebih Dahulu
di ujung semesta ini terdapat lubang dan tuhan
suatu saat akan meniupnya
tetapi kamu pulang, sekitar dini hari
dan sebuah pintu atau lebih terbuka--terpasang
di tiap sisi jalan, "siapa yang mengajakku
bertamu?" pertanyaan di hatimu
tetapi itu tempatmu kembali, dan orang-orang
akan banyak yang menangis, kehilangan
atau takut karena tak dapat ikut
ke jalan di ujung semesta yang belum satu pun
tahu, apakah tahun baru dirayakan dengan
cara yang sama, apakah kemerdekaan
juga harus diperingati dengan upacara,
apakah kamu masih semerdu biasanya
saat mengaji dan bertausiah?
aku tak tahu, bila nanti lubang itu ditiup
apa aku telah pulang, menyusulmu
dan mengetuk pintumu yang tak tertutup
dengan suguhan yang tak pernah kosong
tentang caranya menjadi manusia?
2013
suatu saat akan meniupnya
tetapi kamu pulang, sekitar dini hari
dan sebuah pintu atau lebih terbuka--terpasang
di tiap sisi jalan, "siapa yang mengajakku
bertamu?" pertanyaan di hatimu
tetapi itu tempatmu kembali, dan orang-orang
akan banyak yang menangis, kehilangan
atau takut karena tak dapat ikut
ke jalan di ujung semesta yang belum satu pun
tahu, apakah tahun baru dirayakan dengan
cara yang sama, apakah kemerdekaan
juga harus diperingati dengan upacara,
apakah kamu masih semerdu biasanya
saat mengaji dan bertausiah?
aku tak tahu, bila nanti lubang itu ditiup
apa aku telah pulang, menyusulmu
dan mengetuk pintumu yang tak tertutup
dengan suguhan yang tak pernah kosong
tentang caranya menjadi manusia?
2013
Sebatang
Pohon
ia
akan tumbuh selamanya, kau meyakini itu
karena
menyadari betapa teduh rimbun daun
yang
tak gugur-gugur meski kemarau
sebatang
pohon di seberang jalan bukan milik
burung
karena sangkar mudah dibongkar angin
ia
akan tumbuh selamanya seperti cinta
yang
diam-diam kau ukir di sebuah sisi tersembunyi
dengan
nama kita, milik kita
(2013)
Kepada Setiap Hal yang
Kurindukan
satu kabar yang tak ingin kudengar, pesawatmu
terlambat mendarat atau jatuh di laut
dan mimpi kita tentang ikan-ikan yang menamai
dirinya bidadari melenyap
padahal belum kita kunjungi trawangan, nanggu
atau setiap taman terumbu
yang semakin langka, mati, dikhianati kekasihnya
namun aku, yang terlanjur merindu teramat
setia, menunggu dan menunggu bagaimana
bibirmu dapat kembali kubaca, yang tak jenuh
seperti tulisan-tulisan di koran atau majalah
karena tak ada namamu, atau namaku, atau
nama kita yang dibincangkan
karena begitu ragu dunia pada cinta dan cara
mencintai. padahal telah sederhana sebuah hal
untuk saling memiliki dan mengorbankan
segala yang tak terjangkau.
maka kabar itu, yang membuatku mengelus dada
dan menyimak malam yang tak biasa
kerumunan orang yang lalu lalang, tetapi tak ada
kau... telah sangat ingin tak kuacuhkan
betapa benar, kita akan bertemu, tetapi menunggu
(2013)
Comments
yang diam-diam kau ukir di sebuah sisi tersembunyi....i like this....sangat mempesona rangkaian katanya...luarbiasa :-)
suka bait ini :)
menyentuh bgt