Sajak-Sajakku di Majalah Civitas

Di Gugur Daun

Perihalku hanya menyapu

daun gugur yang rebah

di basah tanah. Kematian

tidak pernah membutuhkan isak tangis

di pemakaman. Ketika ranting saja

tetap tabah menjadi tempat buah. Tapi

kutilang tak lagi mau menimang

kehilangan,

atau tunas baru?


Rantai Makanan

Sejatinya ulat tahu

Memaknai kerja keras. Sebelum unggas berkaki

Mematuki kematian

Dengan paruhnya yang tempayan. Ke mana tikus

Harus mencari lubang yang menyembunyikan

Cicit ibu? O, anak elang

Cakar-cakarmu adalah doa para

Pemburu, tanah basah

Airmata,

Nyanyian para petani di gabah-gabah

Yang tabah

Sebelum rebah di resah lelaki

Yang menukar keringatnya dengan

Anai-anai.


Kolam

Ada yang merasa bersalah, tiap hijau

lumut menutupi jalan cahaya.

Telur-telur katak menempuh jalan busa

belajar terbang,

lalu buih kehidupan. Di mana waktu, selalu

ada yang bertanya di gerak insang yang tak

mengenal kata berhenti. Segerombolan anak

lelaki, berdiri

mengeluarkan patung air mancur.


Di Taman, 1

Mengapa benalu, tumbuh di batang

sawo. Rumput-rumput jepang menangkap

embun, memimpikan diri menjadi

pohon yang rimbun.

Aku kumbang yang lupa kepulangan

tersesat di kuntum mawar,

tertusuk duri,

meluka sayap.


Di Taman, 2

Aku meranggas, berpura-pura kematian

telah datang menjemput.

Ular kadut yang berliang di celah kayu

seperti mandi sauna.


Di Taman, 3

Seekor tupai melompat

Dari kabel listrik, seekor capung

Sedang berpura-pura pesawat

Terbang,

Seekor kalajengking angkuh

Menantang para semut

Yang

Taat ratu, seekor katak

Mematai para serangga

Yang sabar menanti

Darah manis

Milikmu.

Aku batu, tumbuh di bawah pohon jambu.


Sedikit Saja, Kubiarkan Kau Mengerti

Kubiarkan kau mengerti, hujan

di bulan Juni

tidak lebih tabah

dari aku

dan musim yang gugur, akar yang

berpilin, cinta yang marah, atau bunga kecil

dari geneva,

sesungguhnya akan tersia-sia

dari teriakan kecil, “Avante, Avante, aku

memujaMu! akumerindui

Mu

lebih

dari malam-malam

di Kartika Plaza!”

Sedikit saja, kubiarkan

kau

mengerti

kalau aku tak akan

menyunting bulan sabit

ketimbang lesung pipit dan

betapa sipit matamu yang

mengutukku jadi Melayu!


Ruang Tamu

Satu ketukan pintu, pigura abrahah telah

menunggu. Pasukan gajah

lamur,

oleh sekumpulan jamur

mata rayap mengundang

ulat kayu. Meja marmer, kursi sofa

yang empuk, dan satu toples kue kering

mengalamatkan salam

pada secangkir kopi yang tandas

tinggal ampas.

Ke mana Tuan

rumah

yang berjanji

menyajikan mimpi?

Belum lama, seekor kucing mengeong

dan menggelayut manja

di samping tempat dudukku.

Comments