Sajak-Sajak Bode Riswandi

Sajak-Sajak Bode Riswandi
JURNAL BOGOR (MINGGU, 6 JUNI 2010)
Rubrik: Ruang Sajak


DI BERANDA SAJAKMU

Aku membayangkan tubuhku
Seperti pohon di beranda rumahmu
Daun yang kuning, satu-satu jatuh
Di rumput tanpa merasa terbanting

Di beranda itu dan di pohon yang sama
Aku melukis tubuhku seperti rumputmu
Yang lebat menangkup setiap kejatuhan
Daun dari rantingnya

Seperti itu kiranya usia jatuh
Dan menangkup. Meski tak ada gelagat
Yang perlu didebat, atau silsilah kelahiran
Yang perlu diperbincangkan

Di beranda itu, seperti di beranda sajakmu
Keriangan dan ketakutan tumbuh bergantian:
Menjadi tungku juga kayu bakar bagi segala
Musim yang mengakar.

2010

***


YANG MENCARI TAMASYA

Aku mencarimu ke rak-rak buku
Mencari alamat seseorang yang luput
Dicatat di buku tamu: tapi jelas di puisimu

Ada yang akrab dari sekedar percakapan
Sebuah nama yang diberikan angin, ihwal
Tamu lain dari pintu sajak yang lupa kau
Tutupkan.

Aku mencarimu ke lemari-lemari pakaian
Menata warna risalah dari sekian lipatan
Badan: tapi pengembaraan usai

Sehabis kulit sunyi yang telanjang di pohonnya
Jadi kudapan waktu yang memaksa segalanya
Jadi abadi. Jadi nama di buku tamu berikutnya.

2010

***


DARI CATATAN HARIAN NADJA HALILBEGOVICH 4 Oktober 1993

Kau menanam sepasang kaki mudamu
Ke dalam puisi yang ditulis seseorang
Di tembok kota dini hari tadi, menggali
Segara dengan darah segar Ibumu, Irma.
Dan langit seperti membisikkan sesuatu
Kepadaku. Mungkin seperti dongeng itu
Yang ingin kubacakan untukmu saat ini.

2010

***


AKU MEMBISIKIMU DENGAN TENAGA SISA

Ketika musim dingin datang kepadamu
Ciuman waktu yang dilesatkan kepadaku
Ibarat kayu bakar dari sisa musim dingin
Sebelumnya. Aku tak mungkin menolak
Ketika gairah nyalakmu terus-terusan
Berontak.

Kau bakar apapun. Musim yang terlewatkan
Kau bakar di musim yang lain. Kau panggil
Siapapun bila sepi tak lagi bersahutan gema.
Lalu kita dihangatkan musim berikutnya
Menangkap suara yang datang tiba-tiba.

Dalam kobaranmu aku memasuki tubuh
Masa lalu menutup pintu yang terbuka.
Angin dan debu datang saling mengikat
Dari siulan yang lekat. kemudian melesat
Ia kemanasuka jadi debu di ubin waktu.

Dengarlah, aku membisikimu dengan tenaga
Sisa “Kau selalu tumbuh jadi kuncup api
di mana lengan musim hari ini terasa beku
untuk dimaknai sebagai panas juga sumbu”.
Tapi aku tetap bergolak, selama sunyi-senyapmu
Memuaskan dirinya jadi kediaman yang baru.


2010

***



Bode Riswandi
Lahir di Tasikmalaya, 6 November 1983. Mengajar di FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Siliwangi Tasikmalaya (Unsil). Bergiat di Komunitas Azan, Sanggar Sastra Tasik (SST), Rumah Teater, dan Teater 28. Menulis puisi, cerpen, esai, dan naskah drama.

Comments