Sajak Subagio Sastrowardoyo
GENESIS
Oleh :
Subagyo Sastrowardoyo
pembuat boneka
yang jarang bicara
dan yang tinggal agak jauh dari kampung
telah membuat patung
dari lilin
serupa dia sendiri
dengan tubuh, tangan dan kaki dua
ketika dihembusnya napas di ubun
telah menyala api
tidak di kepala
tapi di dada
--aku cinta--kata pembuat boneka
baru itu ia mengeluarkan kata
dan api itu
telah membikin ciptaan itu abadi
ketika habis terbakar lilin,
lihat, api itu terus menyala
HAIKU
Oleh :
Subagyo Sastrowardoyo
malam rebah
di punggung
sepiku
gigir gunung
susut di kaca
hari makin surut
dan bibir habis kata:
dinda, di mana, siapa
tangan terkepal
terhenyak di meja
JENDERAL LU SHUN
Oleh :
Subagyo Sastrowardoyo
Jenderal Lu Shun kewalahan. Ia tidak dapat menyelesaikan puisinya. Ia baru menulis dua dari empat baris pantun Cina, tetapi fantasinya seperti tersekat dalam kata-kata kosong tak berarti.
Maka ia keluar dari tendanya dan memerintahkan perwiranya mengumpulkan bala tentaranya."Kita serang dusun itu di lembah dan bunuh penduduknya."
Perwira itu masih mencoba mengingatkannya:"Tetapi Jenderal, ini malam hari dan orang tak boleh berperang waktu musuh sedang tidur. Hanya perampok dan pengecut yang menyerang musuh di malam hari."
"Aku butuhkan ilham," seru Jenderal Lu Shun, "dan aku tak peduli apa siang atau malam. Aku butuhkan kebengisan untuk menulis puisi."
Kemudian ia naik kudanya yang beringas dan mendahului pasukan-pasukannya menyerbu ke lembah. Diayunkan pedang dan dicincang penduduk dusun yang tidak berjaga, sehingga puluhan laki-laki, perempuan dan anak-anak terbunuh oleh tangannya. Ia sungguh menikmati perbuatan itu, dan sehabis melihat dengan gairah darah mengalir dan tubuh bergelimpangan di sekelilingnya, ia kembali ke tendanya. "Jangan aku diusik sementara ini," pesannya kepada seluruh bala tentaranya. Di
dalam keheningan malam ia kemudian menulis puisinya.
Ia menulis tentang langit dan mega, tentang pohon bambu yang merenung di pinggir telaga. Burung bangau putih mengepakkan sayapnya sesekali di tengah alam yang sunyi. Suasana hening itu melambangkan cintanya kepada seorang putri dan rindunya kepada dewa yang bersemayam di atas batu karang yang tinggi.
Itu semua ditulis dalam pantun Cina yang empat baris panjangnya.
KATA
Oleh :
Subagyo Sastrowardoyo
Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi
Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata
Karena itu aku
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri tanpa sisa
KEHARUAN
Oleh :
Subagio Sastrowardoyo
Aku tak terharu lagi
sejak bapak tak menciumku di ubun.
Aku tak terharu lagi
sejak perselisihan tak selesai dengan ampun.
Keharuan menawan
ktika Bung Karno bersama rakyat
teriak "Merdeka" 17 kali.
Keharuan menawan
ketika pasukan gerilya masuk Jogja
sudah kita rebut kembali.
Aku rindu keharuan
waktu hujan membasahi bumi
sehabis kering sebulan.
Aku rindu keharuan
waktu bendera dwiwarna
berkibar di taman pahlawan
Aku ingin terharu
melihat garis lengkung bertemu di ujung.
Aku ingin terharu
melihat dua tangan damai berhubung
Kita manusia perasa yang lekas terharu
Pustaka dan Budaja,
Th III, No. 9,
1962
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air
KUBU
Oleh :
Subagio Sastrowardoyo
Bagaimana akan bergembira kalau pada detik ini
ada bayi mati kelaparan atau seorang istri
bunuh diri karena sepi atau setengah rakyat terserang
wabah sakit - barangkali di dekat sini
atau jauh di kampung orang,
Tak ada alasan untuk bergembira selama masih
ada orang menangis di hati atau berteriak serak
minta merdeka sebagai manusia yang terhormat dan berpribadi -
barangkali di dekat sini atau jauh di kampung orang.
Inilah saatnya untuk berdiam diri dan berdoa
untuk dunia yang lebih bahagia atau menyiapkan senjata
dekat dinding kubu dan menanti.
Daerah Perbatasan,
Jakarta : Budaya Jaya, 1970
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air
Oleh :
Subagyo Sastrowardoyo
pembuat boneka
yang jarang bicara
dan yang tinggal agak jauh dari kampung
telah membuat patung
dari lilin
serupa dia sendiri
dengan tubuh, tangan dan kaki dua
ketika dihembusnya napas di ubun
telah menyala api
tidak di kepala
tapi di dada
--aku cinta--kata pembuat boneka
baru itu ia mengeluarkan kata
dan api itu
telah membikin ciptaan itu abadi
ketika habis terbakar lilin,
lihat, api itu terus menyala
HAIKU
Oleh :
Subagyo Sastrowardoyo
malam rebah
di punggung
sepiku
gigir gunung
susut di kaca
hari makin surut
dan bibir habis kata:
dinda, di mana, siapa
tangan terkepal
terhenyak di meja
JENDERAL LU SHUN
Oleh :
Subagyo Sastrowardoyo
Jenderal Lu Shun kewalahan. Ia tidak dapat menyelesaikan puisinya. Ia baru menulis dua dari empat baris pantun Cina, tetapi fantasinya seperti tersekat dalam kata-kata kosong tak berarti.
Maka ia keluar dari tendanya dan memerintahkan perwiranya mengumpulkan bala tentaranya."Kita serang dusun itu di lembah dan bunuh penduduknya."
Perwira itu masih mencoba mengingatkannya:"Tetapi Jenderal, ini malam hari dan orang tak boleh berperang waktu musuh sedang tidur. Hanya perampok dan pengecut yang menyerang musuh di malam hari."
"Aku butuhkan ilham," seru Jenderal Lu Shun, "dan aku tak peduli apa siang atau malam. Aku butuhkan kebengisan untuk menulis puisi."
Kemudian ia naik kudanya yang beringas dan mendahului pasukan-pasukannya menyerbu ke lembah. Diayunkan pedang dan dicincang penduduk dusun yang tidak berjaga, sehingga puluhan laki-laki, perempuan dan anak-anak terbunuh oleh tangannya. Ia sungguh menikmati perbuatan itu, dan sehabis melihat dengan gairah darah mengalir dan tubuh bergelimpangan di sekelilingnya, ia kembali ke tendanya. "Jangan aku diusik sementara ini," pesannya kepada seluruh bala tentaranya. Di
dalam keheningan malam ia kemudian menulis puisinya.
Ia menulis tentang langit dan mega, tentang pohon bambu yang merenung di pinggir telaga. Burung bangau putih mengepakkan sayapnya sesekali di tengah alam yang sunyi. Suasana hening itu melambangkan cintanya kepada seorang putri dan rindunya kepada dewa yang bersemayam di atas batu karang yang tinggi.
Itu semua ditulis dalam pantun Cina yang empat baris panjangnya.
KATA
Oleh :
Subagyo Sastrowardoyo
Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi
Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata
Karena itu aku
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri tanpa sisa
KEHARUAN
Oleh :
Subagio Sastrowardoyo
Aku tak terharu lagi
sejak bapak tak menciumku di ubun.
Aku tak terharu lagi
sejak perselisihan tak selesai dengan ampun.
Keharuan menawan
ktika Bung Karno bersama rakyat
teriak "Merdeka" 17 kali.
Keharuan menawan
ketika pasukan gerilya masuk Jogja
sudah kita rebut kembali.
Aku rindu keharuan
waktu hujan membasahi bumi
sehabis kering sebulan.
Aku rindu keharuan
waktu bendera dwiwarna
berkibar di taman pahlawan
Aku ingin terharu
melihat garis lengkung bertemu di ujung.
Aku ingin terharu
melihat dua tangan damai berhubung
Kita manusia perasa yang lekas terharu
Pustaka dan Budaja,
Th III, No. 9,
1962
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air
KUBU
Oleh :
Subagio Sastrowardoyo
Bagaimana akan bergembira kalau pada detik ini
ada bayi mati kelaparan atau seorang istri
bunuh diri karena sepi atau setengah rakyat terserang
wabah sakit - barangkali di dekat sini
atau jauh di kampung orang,
Tak ada alasan untuk bergembira selama masih
ada orang menangis di hati atau berteriak serak
minta merdeka sebagai manusia yang terhormat dan berpribadi -
barangkali di dekat sini atau jauh di kampung orang.
Inilah saatnya untuk berdiam diri dan berdoa
untuk dunia yang lebih bahagia atau menyiapkan senjata
dekat dinding kubu dan menanti.
Daerah Perbatasan,
Jakarta : Budaya Jaya, 1970
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air
Comments