Langit Tak Ada Beda

Langit Bintaro tak jauh beda dari pemandangan pohon lamtoro dengan
Daun yang melambai karena rindu pada musim gugur. Ada burung-burung yang
Sesekali lewat, kemudian singgah di tiang listrik. Ada sekumpulan awan
Yang berencana hujan. Ada asap pesawat terbang yang tertinggal manis, meski
Sejenak, namun seperti airmata yang menyesak bagi laki-laki.
Aku berjalan kaki, melihat lantai konblok yang rapi seperti perasaan
Yang tertata seperti buku-buku di laci, tentangmu yang baru saja kutulisi
Kuletakkan paling atas paling bebas jika sesekali aku ingin mengintipmu
Dan membacamu bersama alunan musik klasik, piano concerto,
Rachmaninoff, tiga nada minor yang bikin hati tak ingin berdandan menor.
Seandainya aku sandal, yang dengan sabar menahan berat tubuh
Dan perjalanan, aku bisa saja tak ingin lepas dari setiap langkah
Yang diam-diam kauhitung itu. Tetapi aku takut kehilangan, takut kau
Lepaskan meski dalam sebuah ibadah dengan doa yang teramat panjang,
Di luar dengan gigil malam yang menggeratakkan gigi geraham itu.

Malam ini, Langit Bintaro seperti bulan yang malu-malu nampil, dan beberapa
Bintang masih setia menunggu jatuh, biar ada kau (dan aku) yang memandangnya
Tahu bahwa harapan mungkin saja masih bisa diminta.

Comments

kalau sudah lama tidak menulis jadinya gagap ya..haha