Kakak Tua
burung kakak tua
hinggap di jendela
DENGAN umurnya yang tiga puluh
dia sudah merasa cukup tua dan
sudah siap untuk menikah
tapi tak pernah ada yang mau
dengannya. bukan karena kutil
yang menghinggapi tubuhnya.
bukan pula karena bau tubuhnya
yang membuat kita selalu
menutup mata dan telinga
tapi memang dia tak pernah
mengenalkan dirinya pada satu
pun wanita. dia tak pernah
membuka jendela rumahnya yang
membuat kita bertanya-tanya apa
yang sedang dilakukannya; apa
yang ada di dalam rumahnya
ADA anak kecil tetangganya yang
coba sekali mengintip, lewat beringin
yang tumbuh besar di timur rumahnya
DAN JATUH! ia jatuh tepat ketika ia
melihat betapa banyak sangkar burung
yang digantung di langit-langit yang
digambarnya secerah langit tanpa awan
yang tak pernah ia saksikan (sebab di
langit desa ini cuma ada mendung yang
semakin lama semakin pekat persis panci
ibunya yang semakin lama semakin berkarat)
PATAH sebelah tulangnya membuat kami
yakin betapa kesialan yang ia bawa,
betapa kutukan telah menyerang desa
DAN jiwa.
*
nenek sudah tua
giginya tinggal dua
NENEK-NENEK kami mati. satu per satu
persis setelah si anak tetangga jatuh
dari beringin tua sebelah rumahnya.
dan kecurigaan kami bertambah
sebab sudah seminggu ini dia
tak keluar rumah, entah apa
yang dilakukannya dalam sana
MUNGKIN ia sedang membaca mantra
menulis RAJAH kutukan sebab adanya
penolakan dari setiap wanita yang
kami tawarkan padanya (setiap dia
lewat, pulang dari sembahyang Jumat)
atau dia IRI sebab kabarnya dia tak
punya nenek, tak punya sanak sejak
kanak-kanak.
ADA kisah, tiba-tiba dia ditemukan
di onggokan saat berumur bulanan
dan tumbuh besar dengan memakan
sampah sisa hasil olahan
TIDAK. tak pernah ada yang mau
memungutnya atau pun mengasuhnya
sampai kini, dia berumur tiga puluh
dengan kutil dan bau yang menyengat,
kami tetap memeperlakukan dia sebagai
penjahat (meski selalu dia menunaikan
sembahyang Jumat, dan tak luput
setiap tahun membayar zakat)
kami yang curiga kami yang marah
menyerang rumahnya tiba-tiba. mendobrak
rumah yang jendelanya tak pernah dibuka
DIA duduk di kursi di depan televisi
KAMI maju dan menyaksikan DIA tersenyum
tapi tak bergerak. tak ada nafas tak
ada nadi yang biasa berdenyut cepat jika
seseorang telah berbuat jahat
BURUNG-BURUNG di sampingnya tampak begitu
sabar mematuki belatung-belatung yang sudah
tak sabar menggerogoti tubuhnya
SEPERTI KAMI.
hinggap di jendela
DENGAN umurnya yang tiga puluh
dia sudah merasa cukup tua dan
sudah siap untuk menikah
tapi tak pernah ada yang mau
dengannya. bukan karena kutil
yang menghinggapi tubuhnya.
bukan pula karena bau tubuhnya
yang membuat kita selalu
menutup mata dan telinga
tapi memang dia tak pernah
mengenalkan dirinya pada satu
pun wanita. dia tak pernah
membuka jendela rumahnya yang
membuat kita bertanya-tanya apa
yang sedang dilakukannya; apa
yang ada di dalam rumahnya
ADA anak kecil tetangganya yang
coba sekali mengintip, lewat beringin
yang tumbuh besar di timur rumahnya
DAN JATUH! ia jatuh tepat ketika ia
melihat betapa banyak sangkar burung
yang digantung di langit-langit yang
digambarnya secerah langit tanpa awan
yang tak pernah ia saksikan (sebab di
langit desa ini cuma ada mendung yang
semakin lama semakin pekat persis panci
ibunya yang semakin lama semakin berkarat)
PATAH sebelah tulangnya membuat kami
yakin betapa kesialan yang ia bawa,
betapa kutukan telah menyerang desa
DAN jiwa.
*
nenek sudah tua
giginya tinggal dua
NENEK-NENEK kami mati. satu per satu
persis setelah si anak tetangga jatuh
dari beringin tua sebelah rumahnya.
dan kecurigaan kami bertambah
sebab sudah seminggu ini dia
tak keluar rumah, entah apa
yang dilakukannya dalam sana
MUNGKIN ia sedang membaca mantra
menulis RAJAH kutukan sebab adanya
penolakan dari setiap wanita yang
kami tawarkan padanya (setiap dia
lewat, pulang dari sembahyang Jumat)
atau dia IRI sebab kabarnya dia tak
punya nenek, tak punya sanak sejak
kanak-kanak.
ADA kisah, tiba-tiba dia ditemukan
di onggokan saat berumur bulanan
dan tumbuh besar dengan memakan
sampah sisa hasil olahan
TIDAK. tak pernah ada yang mau
memungutnya atau pun mengasuhnya
sampai kini, dia berumur tiga puluh
dengan kutil dan bau yang menyengat,
kami tetap memeperlakukan dia sebagai
penjahat (meski selalu dia menunaikan
sembahyang Jumat, dan tak luput
setiap tahun membayar zakat)
kami yang curiga kami yang marah
menyerang rumahnya tiba-tiba. mendobrak
rumah yang jendelanya tak pernah dibuka
DIA duduk di kursi di depan televisi
KAMI maju dan menyaksikan DIA tersenyum
tapi tak bergerak. tak ada nafas tak
ada nadi yang biasa berdenyut cepat jika
seseorang telah berbuat jahat
BURUNG-BURUNG di sampingnya tampak begitu
sabar mematuki belatung-belatung yang sudah
tak sabar menggerogoti tubuhnya
SEPERTI KAMI.
Comments