Puisi-puisi Pringadi Abdi Surya di Warta Sumbar, 15 Mei 2011
Brandeinburg Concerto
aku ingin mati di senja brandeinburg
di negeri seribu danau. seribu sungai
yang mengalir dari mata
kekasihku
di seberang pulau, empat puluh kilometer
dari kail-kailmu
yang berenang
mengitari bach—di tengah-tengah
ikan yang berkumpul. senja yang memantul
dari tatapanmu di balik tiang
jembatan tua yang penuh
orang-orang berkumpul.
entah apa yang dipandangnya di balik tembok
tua itu. tembok yang membuat pertemuan kami adalah
sebatas imajinasi dari kata-kata
di pesan singkat
lewat sebuah surat yang diantarkan angin
seperti sebuah melodi lain
dari piano tua
o, aku sungguh ingin mati
di senja brandeinburg yang pucat
menuliskan arti timur dan barat.
Requiem Mass in D Minor
dengar. dengar, nada itu adalah malaikat
maut di padang rumput
yang hijau
dengan kupu-kupu yang kerap melingkar
di lehermu dan kini
di
leherku
kenapa aku harus mati di tangan kupu-kupu
lacrimosa,
trombon. dan timpani. delapan bar kecil
di bir-bir kota vienna
gelas-gelas yang penuh. dansa. salsa
dan romansa di remang-remang lampu
kauKah itu, wahai
malaikat bersayap kupu-kupu?
(2010)
Con Giovanni Overture K.5
dor. aku ingin mati
di peperangan. bukan di tempat tidur
setelah meneguk anggur, salieri
peperangan denganmu sudah seharusnya menjadi
peluru dan desau-desau mesiu
seperti angin yang risau
di padang-padang tandus dengan pasir-pasir
yang haus
dor. aku ingin mati di dawai biolamu
mati berdiri dengan alunan yang makin
meninggi
bukan terbaring, salieri.
Piano Concerto No. 2 in C. Minor
1
pelan. pelan, malam adalah lampu-lampu jalanan
dan cahaya bulan. jejak-jejak kaki yang tipis di lapisan
salju. toko-toko yang tutup. dan bar-bar
yang kian malam kian
hingar.
di mariinsky. mariinsky yang sesak. mariinsky
yang penuh dengan dasi kupu-kupu
dan sepasukan pemusik yang hijrah dari hamelin
dengan seruling, bass, dan violin
seorang pemain dadu berdiri tegak. sergei. sergei yang
mengubah peluru menjadi melodi bulu domba.
melodi rumput. melodi ilalang. melodi rambut
pirang dan memanjang
mengalun dengan begitu tenang.
2
malam adalah kunang-kunang. lubang
ode. eulogia. dan makam.
kamboja-kamboja yang tidak pernah tumbuh
selain gugur salju musim itu
di langit. langit yang nyaris selalu
gelap. pucat. dan matahari-matahari lain
di belahan bumi yang
seperti not-not balok. tuts-tuts piano. gesekan biola
dan suasana orkestra, sergei. sergei
angkat tanganmu dan mainkan lagi tentang
malam kunang-kunang itu.
3
ini mimpi kamar tidur yang berairmata
sendiri. jarum-jarum jam. boneka-boneka di atas
almari tua pemberian nenek. dan buku-buku lusuh
di dalam rak
seperti hidup. dan mati.
sergei, tidurkan kami. ninabobokan kami. gantikan
domba-domba yang harus kami hitung dengan
sosokmu yang satu memainkan mariinsky yang selalu sesak
dan penuh.
(2010)
Tiga Sajak untuk Perempuan
I
Pengakuan
sebuah televisi yang sedang menyala. rak-rak buku
yang kosong. almari kayu yang kaubiarkan terbuka.
ada baju-baju di balik pintu yang digantung sempurna.
kau telanjang dada. aku telanjang selebihnya. mata
kita pun saling menelanjangi. "apalagi yang kau
rahasiakan dari aku selain yang ada di balik rok mini itu?
II
Rumah
rumah ini sunyi. kita berdua yang saling datang dan
pergi. tetapi, bandul jam selalu bergerak ke kanan
dan ke kiri. menanti meja makan itu terisi. televisi pun
menyala kembali. menayangkan sosok suami-istri
yang sudah lama tak memadu kasih
di kamar mandi yang kering, ada jejak-jejak kemarin
dari mayat ibu yang kusembunyikan di kolong tempat
tidur itu, yang sudah lama tidak pernah kita singgahi.
III
Taman
kita adalah sepasang gagak muda yang bertemu
di atas jenazah, malam itu, ketika angin pun telah
sampai di peraduannya.
bangku-bangku kosong. bayang-bayang pohon.
suara-suara jangkrik. desah kau di bawah remang
lampu taman.
sejak itulah aku bermimpi jadi manusia.
(2010)
Tentang Penulis :
Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Duta Bahasa Provinsi Sumatera Selatan 2009 ini baru saja menulis DONGENG AFRIZAL, Kumpulan Cerpen (Kayla Pustaka, 2011). Blognya http://reinvandiritto.blogspot.com Twitter: @pringadi_as
aku ingin mati di senja brandeinburg
di negeri seribu danau. seribu sungai
yang mengalir dari mata
kekasihku
di seberang pulau, empat puluh kilometer
dari kail-kailmu
yang berenang
mengitari bach—di tengah-tengah
ikan yang berkumpul. senja yang memantul
dari tatapanmu di balik tiang
jembatan tua yang penuh
orang-orang berkumpul.
entah apa yang dipandangnya di balik tembok
tua itu. tembok yang membuat pertemuan kami adalah
sebatas imajinasi dari kata-kata
di pesan singkat
lewat sebuah surat yang diantarkan angin
seperti sebuah melodi lain
dari piano tua
o, aku sungguh ingin mati
di senja brandeinburg yang pucat
menuliskan arti timur dan barat.
Requiem Mass in D Minor
dengar. dengar, nada itu adalah malaikat
maut di padang rumput
yang hijau
dengan kupu-kupu yang kerap melingkar
di lehermu dan kini
di
leherku
kenapa aku harus mati di tangan kupu-kupu
lacrimosa,
trombon. dan timpani. delapan bar kecil
di bir-bir kota vienna
gelas-gelas yang penuh. dansa. salsa
dan romansa di remang-remang lampu
kauKah itu, wahai
malaikat bersayap kupu-kupu?
(2010)
Con Giovanni Overture K.5
dor. aku ingin mati
di peperangan. bukan di tempat tidur
setelah meneguk anggur, salieri
peperangan denganmu sudah seharusnya menjadi
peluru dan desau-desau mesiu
seperti angin yang risau
di padang-padang tandus dengan pasir-pasir
yang haus
dor. aku ingin mati di dawai biolamu
mati berdiri dengan alunan yang makin
meninggi
bukan terbaring, salieri.
Piano Concerto No. 2 in C. Minor
1
pelan. pelan, malam adalah lampu-lampu jalanan
dan cahaya bulan. jejak-jejak kaki yang tipis di lapisan
salju. toko-toko yang tutup. dan bar-bar
yang kian malam kian
hingar.
di mariinsky. mariinsky yang sesak. mariinsky
yang penuh dengan dasi kupu-kupu
dan sepasukan pemusik yang hijrah dari hamelin
dengan seruling, bass, dan violin
seorang pemain dadu berdiri tegak. sergei. sergei yang
mengubah peluru menjadi melodi bulu domba.
melodi rumput. melodi ilalang. melodi rambut
pirang dan memanjang
mengalun dengan begitu tenang.
2
malam adalah kunang-kunang. lubang
ode. eulogia. dan makam.
kamboja-kamboja yang tidak pernah tumbuh
selain gugur salju musim itu
di langit. langit yang nyaris selalu
gelap. pucat. dan matahari-matahari lain
di belahan bumi yang
seperti not-not balok. tuts-tuts piano. gesekan biola
dan suasana orkestra, sergei. sergei
angkat tanganmu dan mainkan lagi tentang
malam kunang-kunang itu.
3
ini mimpi kamar tidur yang berairmata
sendiri. jarum-jarum jam. boneka-boneka di atas
almari tua pemberian nenek. dan buku-buku lusuh
di dalam rak
seperti hidup. dan mati.
sergei, tidurkan kami. ninabobokan kami. gantikan
domba-domba yang harus kami hitung dengan
sosokmu yang satu memainkan mariinsky yang selalu sesak
dan penuh.
(2010)
Tiga Sajak untuk Perempuan
I
Pengakuan
sebuah televisi yang sedang menyala. rak-rak buku
yang kosong. almari kayu yang kaubiarkan terbuka.
ada baju-baju di balik pintu yang digantung sempurna.
kau telanjang dada. aku telanjang selebihnya. mata
kita pun saling menelanjangi. "apalagi yang kau
rahasiakan dari aku selain yang ada di balik rok mini itu?
II
Rumah
rumah ini sunyi. kita berdua yang saling datang dan
pergi. tetapi, bandul jam selalu bergerak ke kanan
dan ke kiri. menanti meja makan itu terisi. televisi pun
menyala kembali. menayangkan sosok suami-istri
yang sudah lama tak memadu kasih
di kamar mandi yang kering, ada jejak-jejak kemarin
dari mayat ibu yang kusembunyikan di kolong tempat
tidur itu, yang sudah lama tidak pernah kita singgahi.
III
Taman
kita adalah sepasang gagak muda yang bertemu
di atas jenazah, malam itu, ketika angin pun telah
sampai di peraduannya.
bangku-bangku kosong. bayang-bayang pohon.
suara-suara jangkrik. desah kau di bawah remang
lampu taman.
sejak itulah aku bermimpi jadi manusia.
(2010)
Tentang Penulis :
Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Duta Bahasa Provinsi Sumatera Selatan 2009 ini baru saja menulis DONGENG AFRIZAL, Kumpulan Cerpen (Kayla Pustaka, 2011). Blognya http://reinvandiritto.blogspot.com Twitter: @pringadi_as
Comments