Puisi-puisi Budhi Setiawan (Bali Pos, 26 Juni 2021)
Desis Gerimis
: peter Gabriel
berapa banyak pengamat langit
yang mengingat nama rasi
bintang dengan bubu ramalan
o, nasib nasib bertubrukan
memintas di garis edar yang meleleh
oleh senyawa hasrat kebebasan
entah siapa yang memberi warna
menandai tabel waktu yang tergantung
di koridor menuju panggung
seminar celoteh para ekonom
bukankah teriakan pasar yang bersiasat
pada anomali keseimbangan
dan setiap pertemuan keinginan
disusupi aliran bisa khianat
lihat di sebuah persimpangan
siapa menari dengan ksatria di bawah cahaya bulan
entah hendak membikin bayangan apa
di tembok kota yang telah keriput
dibedaki basa basi dari rezim
yang bermain sirkus di halaman muka
media yang telah menjadi tempat bermainnya
makan malam selalu siap
bagi pesta para pemodal yang bermain grafik
pertumbuhan yang disusupi kelakar
serta disusui rencana makar
tetapi bagaimana dengan garis putus putus
yang dipanjangkan oleh rasa lapar
dari orang orang yang mencari nama mereka
di catatan negeri dengan lampu yang diredupkan
seperti pertunjukan bioskop
yang meracuni tatapan dini hari
ada sisa kecamuk yang menyusun riuh
mimpi
berlari di seutas kesangsian
arak arakan masygul merayapi tawa
setelah semua dikisahkan di jalanan
ternyata ada semak yang menyimpan kerling suara
rahasia kejadian awal mula
Wish You Were Here
: syd barrett
matamu adalah tatapan cuaca dingin tanpa angin
dengan pertanyaan memberat
yang memandang dan menafsir
nurani fenomena dan peristiwa
ada apa di sebaliknya
siapa di seberang sana
kota London adalah anak muda yang sok bergaya
yang hobinya nongkrong dan hura hura
sampai lupa hari
dan tak pernah mencatat suara
berdentam dari kegugupan para pejalan
terantuk kesibukan mencari namanya
yang digusur oleh perburuan rencana
jam besar di kota itu
berdetak seperti terpaksa
dicekam muram dan anomali ilusi
selalu saja kurang dan ganjil mengapung
nanar meraba udara kusam tanpamu
ribuan lagu memanggilmu
dari berbagai pentas memanggul sedih
seperti tak ada lagi jalan menjadi martir
karena telah kaudiami bersama
ruang remang yang tabah menunggu
ya kesepianmu adalah perasaan
abad yang kehilangan percakapan
dan kegilaanmu jadi puisi panjang yang menantang
musim musim dungu yang tak pernah paham
pada mimpi dan luka langit
Seperti Perawan Pendoa
: madonna
seperti masih ada yang tersimpan rapat dari perjalanan
yang bermula dari sepi. siapa yang mengetuk langit
imaji
dan menguarkan tanya, hingga terlahir sekelumit bisik
yang melata serupa warga kelas reptilia di semak semak
duga. selalu saja tak pernah terbuka ruang terang dan
bermunculan bermacam simtom raung tarung.
ada yang menahan keingintahuan pada larik kalimat,
ayat
dan surat. tetapi tetap dipingit tak bisa dipungut
dari
ingatan dan mungkin tabu untuk ditebarkan sampai nanti
besar dan disebarkan. apakah ada magis atau keajaiban,
tak ada yang bisa mengisahkan karena tumbuh ruas
tafsir
begitu sumir yang memisahkan.
seperti ada yang rapat dikatup, tertutup dalam doa,
dirahasiakannya kerlip yang runcing.
gemuruh kesangsian
menyaru menjadi lagu, dan orang orang membaca nasib
yang terus berkelindan di rawan ragu dan haru. hingga
nanti tiba saatnya pengakuan melelehkan alir, dunia
terbakar dan keruh asap menjadi bagian dari kabar.
Suara Dari Liverpool
1\
ada ritmis gema suara bola memantul mantul
tak lelah terus memukul
seperti panggilan dari jauh
nyanyian yang dirawat waktu
dan berkata dengan lantang:
teruslah bergerak memenangi sejarah
yang tak jeda menantangmu
karena kau tak pernah berjalan sendirian
2\
pabrik pabrik terus mendaki
ke grafi k pertumbuhan ekonomi
dengan putaran mesin yang cemas
hendak menjadi sabda
atau menanam tuah
bagi kota yang diawasi mata dunia
para pekerja merekam parau
gerutunya ke pintu pintu kemakmuran
pertarungan upah dan pajak
yang kerap saling ancam
keringat masih terus meleleh
membuat kisah tentang ruang yang keras
dan hari kehilangan percakapan
pelabuhan masih terus bekerja
menyusun putaran ekspor impor
bagi kepul ranah kepulauan britania
untuk menapaktilas arung penjelajahan
seperti lika liku menggiring bola
lari dan melaju ke depan
menuju apa selain pada jejaring cinta
tak ada poster Gerry and The Pacemakers
atau gambar pada kaos anak muda
yang menyusup ke negeri jauh
tetapi ada sesuatu
dari The Beatles yang kerap berjingkrak
lagu yang menjadi maka jadilah
3\
burung dengan bunga di paruhnya itu
terus mengepak menyalakan
merah malam yang gempita
orang orang begitu lama menahan napas
dan mengirimkan kemurnian bulirnya
ke jantung Liverpool
sambil menandai terang musim yang segera kabul
Tentang Penulis
Budhi Setyawan atau ’Buset’ kelahiran Purworejo, 9 Agustus 1969. Penyuka musik dan puisi. Mengelola Forum Sastra Bekasi (FSB) dan Kelas Puisi Bekasi (KPB). Buku puisi terbarunya Mazhab Sunyi (2019). Bekerja sebagai dosen di PKN STAN Kementerian Keuangan. Saat ini tinggal di Kota Bekasi, Jawa Barat. Akun Instagram: busetpurworejo.
Comments