Hujan Terakhir dalam Ingatan

Aku sebenarnya tak pernah rela, membiarkan tubuhmu
dipeluk musim kemarau. Debu-debu beterbangan
bermimpi menjadi burung, mengepakkan sayap, menanti
cahaya lindap. Seringkali aku gagal mendekap bayangan
yang bosan berjalan di belakang. Kupandangi dia, tak
ada balasan: Hidup seperti bertepuk sebelah tangan.

Aini, aku tak ingin terbakar keputusasaan
mengingat hujan terakhir yang kulihat--mungkin
tangismu.

Comments

Enny Law said…
wahh keren sekali puisi'a ^_^
kunto said…
jempol... bagus puisinya.
Anonymous said…
puisimu memikat