Pada Saat Kucingku Wafat

Kemudian, yang kudengar ia telah wafat dengan
mata limaunya yang sendu. Lewat
surat, kututipkan air mataku yang kelewat asin
tercampur ombak selat Sumba. Tidak seharusnya
kematian datang begitu cepat. Padahal
pesawat-pesawat begitu sering terlambat berangkat
dan para kekasih kerap gagal memenuhi janji
menjemput pasangannya dengan gaya rapi,
mengantarkannya ke salon, ke mal--membelanjakan
seluruh isi tabungan. Kucingku bak kekasihku
dan kami berhubungan jarak jauh. Sesekali
kutelepon ia, demi mendengar meongnya yang lucu.
Sekadar merindukan bulu-bulunya yang rontok
di pangkuanku. Kau harus percaya, ia lebih setia
dari banyak manusia yang sering pura-pura lupa
atau tuli ketika Kekasihnya memanggil di lima
waktu. Waktu baginya adalah semangkuk susu
dan tulang-tulang ikan, sisa makanan sang Tuan.

Comments