Berita Pagi dan Secangkir Puisi

Talang Babungo

aku akan kembali ke
bukit tengkorak. jarak
selentur bambu, sedekat
belikat. insektisida yang
disemprotkan ke detil lahan
tak mematikan kupu-kupu—
ia ulat, bersembunyi
di liat liang. tahun depan
jadi kepompong.
bila musim lalu, kurasai
markisa yang matang di
pohonnya, bau rumput
yang mekar di sepanjang
alahan panjang, aku kini
ingin memetik segala
di tubuhmu, mengemasinya
juga luka yang diam-diam
berbekas, belum tuntas
jurang pasti bukan pemisah,
anak nelayan yang masih
bermain di danau mencari
berpotong riak sebagai
mahar. kuletakkan mereka
di dulang esok
malam sebagai tanda
janji seiya. itulah talang,
nagari elok nan babungo;
kau kata aku telah sampai
di masai rambutmu yang kini
tertinggal seperti gigi yang
tanggal. tapi baru kita mulai
kapal yang berlabuh mengangkat
sauh, mengembang layar, memugar
lunglai angin—dibekukan dingin.

(2011)





Di Danau Kembar

dari satu rahim ibu, takdir
mencemburu. lahir kanak-kanak
di batu danau; sepasang
lebah berebut ratu. sebandung
unggas bertingkah camar
didengungkan kabar dari
kekasih:
siapa yang lebih tabah
dibanding cemara, menjulang
angkuh—tak akan berselingkuh?
aku tak bakal merebut hati, tidak
hendak mencebur diri demi
mengukur dalam mata Kau itu
diam-diam kuredam pilu
kupendam rindu, tersebu
dadaku karenamu. di haud
itu, pandangan tertutup kabut
dingin semalam meremukkan
tulang, mengerutkan selimut
yang tak muat bagi badan
dan pikiran;
Kau adalah anggrek bulan
tak diminta tumbuh di pekarangan
—siapa yang lebih pantas
untuk memetikmu, selain aku
yang jauh datang melintas
tujuh etape, berbekal sepeda
usang, kukayuh, berpeluh,
dan tak kunjung mengeluh?
dari satu rahim ibu, takdir
adalah titik-titik air yang runtuh
air mata seseorang yang tak
dikenal menangisi kekasihnya
yang pergi merantau, menitipkan
lapau pada ujung kemarau itu.

(2011)



Sunken Court, 2005 M

Sesudah Masehi, Che, daging tumbuh di batang—daun.
Lemari pendingin menyimpan almanak-almanak basi,
keringat dan tetesan air mata seseorang yang tak dikenal.
Orang-orang duduk dan bersantai, bersaksi di
bawah tatapan Tangkupan Perahu, Che. Bukan kau yang
poster besar dan diam. Kartu-kartu remi, domino, bir, serta
minuman kaleng ringan adalah revolusi kepura-puraan.

Sesudah Masehi, Che, daging masih ditumbalkan dan
Ditunggangi joki-joki profesional.
Sialnya, aku tak punya daging, Che!





Sepanjang Jalan Ganesha

Ada gerimis di dadamu. Yang luput
dari rerimbun daun kihujan di sepanjang jalan
Ganesha itu. Langit bertingkat—kuadratnya
memiliki kesepian yang cenderung tak bisa
diterjemahkan:
Bagaimana bola-bola salju, raungan
burung koak yang dulu bersarang
di pangkal cakrawala,
jatuh dan berderai di atas kanvas seorang
pelukis; Yippi, pareidolia dan anomali, kuda jantan
dan kacamata, engkau
dan aku?
:
Ada gerimis di dadamu—bukan hujan
yang sering diperdebatkan Waktu, ketika keramaian
telah menjadi begitu biasa; anak-anak berjongkok
memilih film yang akan ditonton Esok.





Sunken Court, 2011 M

lewat sebelas malam,
bulan masih mengapung
di atas Sunken Court

belahan-belahan dada makin jujur
suarakan kebebasan
perpustakaan jadi lanskap cengeng
dikoyak-moyak sepi

Che telah tiada
digantikan dasi kupu-kupu
dan lelucon yang tak lucu

(2011)


Shrine
: pi

Beri aku waktu, menghitung anak tangga.
biar terjal, aku lelaki
dan sebuah pendakian, tenanglah, Sisyphus
hanya sebuah ingatan

Waktu tidak semerta keliru, sebuah kota lesu
malam menistakan bayang-bayang dedaunan

padahal hanya doa yang ingin kutitipkan
di lonceng kuil, di atas sana

(2011)

Di Bintaro Plasa
: zasneda

Beri tahu aku, di mana selaiknya Waktu bisa
diparkirkan

di bintaro plasa, Zasneda
dadaku penuh oleh kendaraan bermotor
dititipkan begitu saja, ditinggalkan
demi berbelanja

dan orang-orang menggerutu, bertaruh
tentang film apa yang telah diputar malam itu;

Kita tidak pernah bertaruh apa pun.

Waktu terabaikan, jam dinding mati.

Beri tahu aku, Zasneda
bagaimana caranya mematikan kenyataan?

(2011)



Tak Ingat Mati

Seperti warna gulali, bunga-bunga bungur
mulai bermekaran. Jalan menanjak curam, barangkali
sampai ke langit. Aku tak menoleh pada angin kecil
yang terperangkap di rapat daun, sedikit yang lolos
menerpa kaos milikku yang putih polos.
Sebenarnya aku ingin bilang, apa lebihnya surga
bila di dunia perempuan bisa kembali perawan
air madu mengalir di Semongkat, padang rumput
kuda-kuda liar tak perlu dipasangi pelana, diperah
susunya, kemudian kembali muda?

Sabtu sore itu, senja seperti wortel impor.
Aku seperti tak ingat mati.


Catatan Akhir Tahun, 1

Ia bekas bintang film Holywood, tapi tak pernah
dapat Oscar. Bila anak-anak pulang sekolah lewat depan
rumahnya, ia akan memaksa mereka meminta tanda tangan.
Dengan bangga, ia akan bercerita langit di Holywood
warnanya merah, seorang pelukis terkenal meramu sekian
kelopak mawar hanya untuk membuat cat.
Anak kecil zaman sekarang tak mudah percaya
dan mengolok-oloknya orang gila, tak pernah mandi,
bau, dan menyeretnya ke sungai ramai-ramai. Air begitu
lincah mengalir, berkelit di batu-batu dan paham seseorang
yang mengintipnya dari balik jamban.
... mulanya hanya Januari. Mulanya.

Comments

Kurnia Hidayati said…
Puisinya keren-keren, Kak. Sangat menginspirasi.
:)

Popular Posts